Pasal Pencemaran Nama Baik Apakah Masih Berlaku

Pasal Pencemaran Nama Baik Apakah Masih Berlaku

Pasal Pencemaran Nama Baik

Bersosialisasi di era digital baik melalui sosial media seperti facebook, instagram, twitter ataupun melalui aplikasi percakapan instan seperti whatsapp harus memperhatian etika dan norma.

Jika anda melakukan postingan yang merugikan orang lain, baik distatus anda ataupun melalui postingan anda, maka yang bersangkutan dapat melakukan pelaporan pencemaran nama baik yang bisa berujung pidana.

Hal yang paling lazim ditemui adalah penghinaan ataupun penistaan terhadap sebuah individu ataupun organisasi. Ada juga ditemukan kasus penghinaan kepada sebuah instansi ataupun perusahaan. Tentu saja jika pihak yang anda hina tersebut merasa keberatan, maka anda akan dilaporkan ke pihak berwajib dan anda akan dikenakan Pasal Pencemaran Nama Baik

Ketentuan pasal pasal KUHP yang mengatur pencemaran nama baik sebelum adanya media sosial diatur dalam beberapa pasal, yaitu :

1. Pasal 310 KUH Pidana, yang berbunyi : (1) Barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-“. (2) Kalau hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukan pada umum atau ditempelkan, maka yang berbuat itu dihukum karena menista dengan tulisan dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-.

2. Pasal 315 KUHP, yang berbunyi “Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Tetapi kini, Setelah adanya internet maka diatur dalam ketentuan Undang-undang ITE, maka Pasal Pencemaran Nama Baik yaitu :

Pasal 27 ayat (3) UU ITE, yang berbunyi : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”, Pasal 45 UU ITE, yang berbunyi : (1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Bahwa pencemaran nama baik, yang secara langsung maupun melalui media sosial / internet adalah sama merupakan delik aduan, yaitu delik yang hanya dapat diproses oleh pihak kepolisian jika ada pengaduan dari korban. Tanpa adanya pengaduan, maka kepolisian tidak bisa melakukan penyidikan atas kasus tersebut.

Sedangkan untuk delik aduan sendiri berdasarkan ketentuan pasal 74 KUHP, hanya bisa diadukan kepada penyidik dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak peristiwa tersebut terjadi. Artinya setelah lewat jangka waktu 6 (enam) bulan, kasus pencemaran nama baik secara langsung maupun melalui media sosial / internet tidak lagi bisa dilakukan penyidikan. Oleh karenanya bagi anda yang merasa dicemarkan nama baiknya baik secara langsung maupun melalui media sosial internet harus mengadukannya dalam jangka waktu tersebut.

Selain itu suatu kalimat atau kata-kata yang bernada menghina atau mencemarkan nama baik, supaya bisa dijerat pidana harus memenuhi unsur dimuka umum, artinya jika dilakukan secara langsung harus dihadapan dua orang atau lebih, dan jika melalui media sosial harus dilakukan ditempat yang bisa dilhat banyaka orang semisal wall facebook, posting group, dan lain sebagainya.

Kalimat hinaan yang dikirim langsung ke inbox atau chat langsung tidak bisa masuk kategori penghinaan atau pencemaran nama baik, karena unsur diketahui umum tidak terpenuhi.

Keberlakuan dan tafsir atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Demikian salah satu pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan perkara No. 50/PUU-VI/2008 atas judicial review pasal 27 ayat (3) UU ITE terhadap UUD 1945. Mahkamah Konstitusi menyimpulkan bahwa nama baik dan kehormatan seseorang patut dilindungi oleh hukum yang berlaku, sehingga Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak melanggar nilai-nilai demokrasi, hak azasi manusia, dan prinsip-prinsip negara hukum. Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah Konstitusional.

Bila dicermati isi Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE tampak sederhana bila dibandingkan dengan pasal-pasal penghinaan dalam KUHP yang lebih rinci. Oleh karena itu, penafsiran Pasal 27 ayat (3) UU ITE harus merujuk pada pasal-pasal penghinaan dalam KUHP. Misalnya, dalam UU ITE tidak terdapat pengertian tentang pencemaran nama baik. Dengan merujuk Pasal 310 ayat (1) KUHP, pencemaran nama baik diartikan sebagai perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum.

Terkait pasal pencemaran nama baik, KUHP menerangkan bahwa ada 6 bentuk dan hukuman pencemaran nama baik. Berikut ulasannya.

Merujuk Pasal 310 ayat (1) KUHP, pasal pencemaran nama baik adalah perbuatan dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan suatu hal dengan maksud agar hal tersebut diketahui oleh umum, dan pelakunya diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 bulan dan denda Rp4,5 juta.

Sementara itu, dalam KUHP Baru, pasal pencemaran diatur dalam Pasal 433 UU 1/2023 yang menerangkan bahwa setiap orang yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum, dipidana karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II (Rp10 juta).

Bentuk Pencemaran Nama Baik dalam KUHP dan Pidananya

R Soesilo dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, menerangkan bahwa ada enam bentuk hukum pencemaran nama baik yang dimuat dalam KUHP sebagai berikut.

Bentuk pertama adalah penistaan. Adapun yang dimaksud dengan penistaan adalah pencemaran nama baik berupa penghinaan dengan cara menistakan atau menuduh seseorang telah melakukan perbuatan tertentu dengan maksud agar tuduhan tersebut tersiar. Perbuatan yang dituduhkan tidak harus berupa perbuatan pidana, cukup dengan perbuatan biasa yang mana merupakan suatu perbuatan yang memalukan.

Bentuk kedua adalah penistaan dengan surat. Adapun maknanya adalah apabila perbuatan penistaan tersebut dilakukan dengan media tulisan surat atau gambar.

Tindakan penistaan atau penistaan dengan surat bisa tidak dituduhkan sebagai tindak pidana apabila tindakan tersebut dilakukan untuk membela kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri. Dalam konteks ini, hakim akan mengadakan pemeriksaan; apakah betul untuk membela diri atau penghinaan.

Jika dalam pemeriksaannya apa yang dituduhkan terdakwa tidak benar, terdakwa tidak lagi dapat dikategorikan sebagai perbuatan menista. Namun, dikenakan tindak pidana fitnah.

Seiring berjalannya waktu, interpretasi hukum terkait pencemaran nama baik telah mengalami perkembangan signifikan. Mahkamah Konstitusi (MK) telah beberapa kali mengeluarkan putusan yang memberikan tafsir baru terhadap pasal-pasal pencemaran nama baik, terutama yang diatur dalam UU ITE.

Salah satu putusan penting adalah Putusan MK Nomor 50/PUU-VI/2008, yang menyatakan bahwa pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE harus ditafsirkan dalam konteks yang sama dengan ketentuan serupa dalam KUHP. Ini berarti bahwa unsur "di muka umum" harus terpenuhi, dan pasal tersebut merupakan delik aduan, bukan delik biasa.

Lebih lanjut, Putusan MK Nomor 78/PUU-XXI/2023 memberikan penafsiran baru terhadap Pasal 310 ayat (1) KUHP. Mahkamah menyatakan bahwa pasal tersebut inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai mencakup perbuatan "dengan cara lisan". Putusan ini bertujuan untuk menyesuaikan ketentuan KUHP dengan perkembangan dalam KUHP baru (UU No. 1 Tahun 2023) yang akan berlaku pada tahun 2026.

Perkembangan interpretasi hukum ini menunjukkan upaya untuk menyeimbangkan perlindungan terhadap kehormatan individu dengan jaminan kebebasan berekspresi yang merupakan hak fundamental dalam masyarakat demokratis.

return generate_breadcrumb();

Terkait pasal pencemaran nama baik, KUHP menerangkan bahwa ada 6 bentuk dan hukuman pencemaran nama baik. Berikut ulasannya.

Pasal pencemaran nama baik bukan hal yang sepele. Tindak pidana ini menimbulkan kerugian bagi korbannya. Dalam KUHP dan UU 1/2023 atau KUHP Baru dimuat ketentuan serta sanksi dari pelanggaran penghinaan atau pencemaran nama baik. Kemudian, jika dilakukan melalui media sosial atau hal yang berhubungan dengan transmisi elektronik, pelakunya dapat dijerat dengan UU ITE.

Definisi Pencemaran Nama Baik

Negara menjamin sejumlah hak asasi manusia terhadap semua warga negara, tidak terkecuali hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi.

Ketentuan ini diatur dalam Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Namun, demi menjamin bahwa tidak ada persinggungan di antara kebebasan itu, diaturlah sebuah batasan. Salah satu batasan dalam berkomunikasi yang diterapkan adalah tidak boleh ada penghinaan atau pencemaran nama baik.

Penghinaan dan pencemaran nama baik akan mempengaruhi reputasi atau citra seseorang. Dewasa ini, reputasi bukan semata soal baik dan buruknya seseorang dalam tatanan bermasyarakat, namun juga mempengaruhi banyak hal.

Misalnya, mempengaruhi kondisi ekonomi, reputasi yang buruk bisa menghancurkan bisnis; mempengaruhi posisi atau jabatannya, reputasi yang buruk membuat seseorang dianggap tidak layak menempati suatu jabatan tertentu; mempengaruhi profesi seseorang, reputasi yang buruk bisa membuat seseorang kehilangan profesinya, misalnya dokter.

Seperti yag kita ketahui bahwa dalam KUHP terdapat banyak pasal yang mengatur pencemaran nama baik. Melansir dari buku KUHP serta Komentarnya oleh R. Soesilo , terdapat beberapa bentuk hukum pencemaran nama baik, yakni:

Pasal ini membahas tentang tindak pencemaran yang diutarakan secara lisan. Ketika individu terbukti melakukan komponen-komponen pencemaran melalui ucapan, maka yang bersangkutan dapat dijerat dengan pasal ini.

Pasal 310 ayat 1 KUHP menyatakan "Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah."

Pasal ini sering diterapkan pada kasus penghinaan di media sosial atau forum publik, di mana pelaku secara verbal menyebarkan tuduhan yang dapat merusak reputasi korban.

Pasal berikut mengatur tentang tindakan pencemaran nama baik yang dilaksanakan dalam bentuk tertulis. Individu yang mencoreng nama baik pihak lain melalui tulisan bisa dikenai sanksi pasal ini.

Pasal 310 ayat 2 menjelaskan "Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah."

Di era digital, pasal ini juga mencakup pencemaran nama baik melalui media elektronik seperti email, blog, atau platform digital lainnya.

Pasal 311 KUHP mengulas mengenai aksi fitnah yang dilaksanakan oleh seseorang. Tindakan fitnah yang berpotensi merusak reputasi individu lain dapat dikenakan sanksi berdasarkan pasal ini.

Pasal 311 ayat 1 KUHP berbunyi "Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tiada dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun."

Perbedaan utama antara pencemaran nama baik dan fitnah adalah pada unsur pembuktian. Dalam kasus fitnah, pelaku tidak dapat membuktikan tuduhannya dan sudah mengetahui bahwa tuduhannya salah sejak awal.

Pasal 315 KUHP memberikan ketentuan tentang penghinaan ringan yang dilaksanakan seseorang. Definisinya, ketika seseorang menghina atau mengucapkan kata-kata kasar yang menurut pandangan masyarakat termasuk dalam kategori penghinaan, maka hal tersebut dapat memenuhi elemen dari pasal 315.

Pasal 315 KUHP menyatakan "Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah."

Pasal ini sering diterapkan pada kasus penghinaan sehari-hari seperti menggunakan kata-kata kasar di tempat umum atau mengirim pesan berisi hinaan langsung kepada korban.

Pasal 317 KUHP menguraikan tentang tindakan memfitnah melalui pengaduan. Definisi memfitnah dengan pengaduan dalam pasal 317 KUHP pada ayat 1 yang berbunyi "Barang siapa dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa, baik secara tertulis maupun untuk dituliskan, tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baiknya terserang, diancam karena melakukan pengaduan fitnah, dengan pidana penjara paling lama empat tahun."

Pasal ini khususnya melindungi masyarakat dari tindakan pelaporan palsu yang sengaja dilakukan untuk menjatuhkan nama baik seseorang di hadapan pihak berwenang.

Pasal ini menjelaskan tentang pencemaran nama baik terhadap individu yang telah meninggal dunia. Perbuatan semacam ini dapat dikenai sanksi sesuai pasal 320 ayat 1 KUHP.

Pasal 320 ayat 1 menetapkan "Barang siapa terhadap orang yang sudah mati melakukan perbuatan yang kalau orang tersebut masih hidup, akan merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak tiga ratus rupiah."

Pasal ini memperlihatkan bahwa hukum juga melindungi kehormatan orang yang sudah meninggal, dan keluarga almarhum memiliki hak untuk menuntut jika terjadi pencemaran nama baik terhadap orang yang telah meninggal.

Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Polri menyatakan selalu taat dan tunduk kepada aturan hukum yang berlaku mengenai Undang-Undang ITE. Diketahui, perubahan dalam undang-undang tersebut adalah penghapusan pasal pencemaran nama baik.Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen. Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan, pihaknya masih akan mengkaji aturan tersebut. Tentunya. Ke depan akan disesuaikan dengan aturan yang berlaku.

Baca Juga: Polri Pastikan Korban TPPO Mahasiswa Magang Jerman Sudah di Indonesia

“Ke depannya kalau betul seperti itu, Polri akan beradaptasi, mengkaji, dan Polri akan patuh pada aturan,” ungkap Karopenmas, Jumat (22/3/24).Di sisi lain, Karopenmas memastikan bahwa penanganan kasus di Polri terkait pencemaran nama baik tidak berlaku surut. Tak dipungkiri, sejumlah kasus pencemaran nama baik masih ditangani Polri.“Tentu apa yang sudah kami lakukan langkah-langkahnya tidak berlaku surut ya,” ujarnya.

Pencemaran nama baik menjadi isu populer sejak kehadiran UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasal 27 ayat (3) UU ITE menjadi kontroversial sejak kasus antara Prita Mulyasari dengan RS Omni Internasional Alam Sutera Tangerang pada 2009. Prita bahkan sampai ditahan di Lapas Wanita Tangerang. Ia disangka mencemarkan nama baik pihak RS Omni Internasional berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.

Kasus tersebut cukup panjang dan menjadi sejarah penting dalam wacana hukum Indonesia. Pasal 27 ayat (3) UU ITE menjadi dalil lain soal pencemaran nama baik selain Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sejak revisi UU ITE pada 2016 bahkan hubungan keduanya lebih jelas. Ada tambahan di bagian penjelasan Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang menyebutkan ketentuan pada ayat ini mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan/atau fitnah yang diatur dalam KUHP.

Meski unsur pencemaran nama baik kedua pasal pidana itu jelas disamakan, tetap ada dua perbedaan penting. Pertama, sarana yang digunakan untuk melakukan pencemaran nama baik. Kedua, ancaman hukuman yang dijatuhkan. Ancaman hukuman dalam UU ITE baru berlaku jika pencemaran nama baik dilakukan lewat informasi atau dokumen elektronik.

Ada dua perbedaan unsur pencemaran nama baik dalam Pasal 310 KUHP dan Pasal 27 ayat (3) UU ITE

Pencemaran nama baik juga diatur bidang hukum perdata. Acuannya adalah perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Ditambah lagi dengan ketentuan ganti rugi akibat pencemaran nama baik dalam Pasal 1372-1380 KUH Perdata. Tunggu dulu, ini belum sepenuhnya menjawab pertanyaan apakah pencemaran nama baik perusahaan dikenal dalam hukum?

UU Informasi dan Teknologi (UU ITE) telah mengalami beberapa perubahan. Meski demikian, masih ada warga yang khawatir dengan UU tersebut.

Salah satunya soal pasal pencemaran nama baik yang diatur di UU itu. Nah, hal itu menjadi pertanyaan pembaca. Berikut pertanyaan pembaca:

Halo detik's Advocate

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saya mau tanya. Apakah perusahaan/korporasi berhak melaporkan pencemaran nama baik dengan UU ITE?

Saya baru saja membuat status di Facebook dan sudah saya delete. Takutnya, perusahaan yang saya sebut tidak terima dan melaporkan ke pihak kepolisian.

Pertama-tama, kami mengucapkan terima kasih sudah menanyakan permasalahan hukum yang sedang dialami ke kami. Kami harap apa yang MY alami segera berakhir.

Menjawab pertanyaan tersebut, kami menyarankan kepada MY untuk tetap sehat menggunakan dan bersuara di media sosial. Sebab, tulisan kita di media sosial dibaca oleh seluruh orang di penjuru dunia.

Menjawab pertanyaan MY, kami mengutip Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 229 Tahun 2021/No. 154 Tahun 2021/ No. KB/2/V1/2021 (SKB UU ITE) yang menyatakan bahwa :

"Korban sebagai pelapor harus orang perseorangan dengan identitas spesifik, dan bukan institusi, korporasi, profesi atau jabatan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa badan hukum tidak dapat melaporkan perkara pencemaran nama baik di media sosial sebagaimana yang diatur dalam SKB UU ITE.

Berikut lampiran SKB Pedoman Implementasi UU ITE:

Pasal 27 ayat (3), fokus pada pasal ini adalah:

1) Pada perbuatan yang dilakukan secara sengaja dengan maksud mendistribusikan/ mentransmisikan/membuat dapat diaksesnya informasi yang muatannya menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal supaya diketahui umum.

2) Bukan sebuah delik pidana jika konten berupa penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas, juga jika kontennya berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan.

3) Merupakan delik aduan sehingga harus korban sendiri yang melaporkan, dan bukan institusi, korporasi, profesi atau jabatan.

4) Bukan merupakan delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik jika konten disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas.

5) Jika wartawan secara pribadi mengunggah tulisan pribadinya di media sosial atau internet, maka tetap berlaku UU ITE, kecuali dilakukan oleh institusi Pers maka diberlakukan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Demikian jawaban dari kami

Tim Pengasuh detik's Advocate

Tentang detik's Advocate

detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.

Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.

Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.

Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: [email protected] dan di-cc ke-email: [email protected]

Pertanyaan ditulis dengan runtut dan lengkap agar memudahkan kami menjawab masalah yang anda hadapi. Bila perlu sertakan bukti pendukung.

Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.

Pasal Pencemaran Nama Baik